unforgetable

Hari Senin 20 April kemarin, adalah hari dimulainya pelaksanaan Ujian Akhir Nasional (UAN) bagi para siswa dan siswi SMU. Tentu hari itu para siswa dan siswi telah bersiap dengan segala bekal yang telah mereka pelajari selama ini agar dapat mengerjakan soal – soal ujian dengan baik dan tentunya berharap mendapatkan nilai yang baik pula sebagai modal bagi kelulusan mereka. Tak ketinggalan juga si Adon, anak dari tetangga yang aku kenal selama ini sebagai anak pendiam dan pintar di sekolahnya.

Tetapi pada hari minggu sore kemarin, aku bertemu Adon lagi nongkrong di sebuah kafe dan pusat jajanan asik berselancar dengan laptopnya. Kebetulan kafe tersebut memang menyediakan layanan hotspot gratis. Aku bertanya pada Adon, Don…emang kamu besok gak ikut ujian? Emang kamu gak belajar? Adon dengan enteng malah ngajak aku ngobrol. Mas, aku udah lama menyiapkan diri belajar untuk menghadapi ujian ini. Dan aku gak mau besok jadi loyo ketika mengerjakan soal-soal ujian. Maksudmu Don? (aku pura-pura gak ngerti, padahal memang Cuma setengah mengerti…). Aku juga tau si Adon anaknya cerdas dan aku yakin dia pasti bisa mengerjakan soal-soal tersebut.
Dengan tersenyum Adon menjawab, aku gak mau energiku habis untuk belajar dan otakku diisi sepenuh-penuhnya dengan bebagai pelajaran ketika aku akan mulai bertemu dengan soal-soal, mending aku refreshing dulu biar otakku fresh untuk bertempur besok. Sambil manggut-manggut, aku menepuk bahunya sambil berkata good luck Don.

Aku setengah setuju pendapat Adon, dia memang perlu sedikit refreshing untuk mengurangi beban otaknya agar tidak stress menghadapi ujian nasional (yang soal-soalnya dijaga ketat itu lhoooo…). Tetapi apakah orang tua Adon mengijinkan anaknya refreshing sebelum bertempur? Seperti kebiasaan orang tua yang tentunya tidak ingin anaknya gagal dalam sekolahnya. Mereka selalu memaksa anak-anaknya belajar, belajar dan belajar agar bisa mengerjakan soal-soal yang dihadapinya dan tentu saja dengan mendapat nilai yang bagus tanpa memperhatikan psikologis anak pada saat itu.
Disatu sisi, si anak juga pasti tidak ingin mengecewakan orang tua yang telah berupaya membiayai sekolah mereka agar mereka berhasil dalam pendidikan. Wooowww… kali ini aku setuju sama Adon..stress sebelum bertempur akan berakibat fatal…

Jadi, bagaimanakah sikap orang tua yang benar dalam mendukung anak-anaknya yang menghadapai ujian ini?
Psikolog bidang pendidikan dari Universitas Negeri Malang, Dr. Martin Pali M. Psi berpendapat, orangtua punya peran signifikan dalam membangun mental sang anak.
”Selepas ujian, orangtua sebaiknya jangan bertanya dengan berlebihan. Apalagi, membuat si anak merasa diinterogasi,” ujar Martin. Menurut Martin, hal itu bakal menambah beban berat di pundak para pelajar.

Namun, bukan berarti orangtua harus kelewat diam, karena hal itu malah menunjukkan sikap apatis orangtua terhadap si anak. Martin juga menyarankan, untuk orangtua yang sibuk bekerja di kantor, agar menyempatkan waktu menghubungi anaknya, pada jam-jam selepas ujian berakhir.

Sebuah saran yang bagus bagi para orang tua yang putra-putrinya sedang menghadapi pertempurannya agar mereka selalu merasa mendapat dukungan dari orang tuanya, dan tentu saja agar mereka rileks menghadapinya.

Jadi bagaimana pendapat bapak-bapak / ibu-ibu yang putra-putrinya sedang bertempur ?

Good luck adik-adik, selamat berjuang…!!